Minggu, 20 Desember 2009

Jiwa yang Merdeka ketika Tubuh Diperbudak


surga
Judul : Budak Pulau Surga
Penulis : Soegianto Sastrodiwiryo
Penerbit : LKiS, Yogyakarta
Cetakan : I, Februari 2009
Tebal : 486 halaman

Kemenangan Raja Karangasem Gusti Lanang Paguyangan saat berduel melawan Raja Pahang Canang di Bale Punduk Karangasem, justru mendatangkan malapetaka bagi rakyat Karangasem. Pasalnya Ritus Kalacakra, perayaan kemenangan, itu memakan puluhan nyawa sebagai tumbal. Inilah yang membuat rakyat Karangasem ketakutan bahkan menjual diri sebagai budak. Ini pula nasib yang menimpa I Gangsar dan Men Gansar (ibunya) bersama ratusan budak lainya. Bagaimana selanjutnya, berikut kisahnya?

Mereka menjual dirinya pada I Jablah, begal pengumpul budak, sebagai upaya penyelamatan diri. Lalu Mereka di larikan ke Pantai Pabean Buleleng dan di jual secara terpisah pada setiap penawar terbaik. Ada yang di larikan ke Batavia, Sunda bahkan ke negeri Belanda. I Gangsar bekerja pada Encik, konglomerat China. Menjadi budak, bukan itu yang mereka inginkan. Obrolan I Tombrog dan Ketut, betapa menyiratkan kebebasan yang mereka dambakan. Oleh penulis, penuturan kesengsaraan yang menimpa keluarga Men Gansar bersama budak lainya, menelan hampir separuh jumlah total halaman.

I Gangsar bukanlah budak yang menyerahkan seluruh hidupnya pada karmapala atau nasib. Baginya menjadi budak adalah menciptakan kesempatan untuk bisa berbuat selanjutnya tunggu saat yang tepat. ‘Karena menjadi budak itu berarti melompat, bagi yang mau dan menyadarainya sebagai sebuah lompatan. Banyak orang menjadi bendoro dan kaya. Memiliki banya kawulo dan tanah luas. Puri, griya, kekuasaan, kekuatan , panjak, penyeroan. Tapi mereka, sebenarnya, di perbudak oleh kekuasaanya sendiri,’ tukas I Gangsar. Halaman 73

Kisah selanjutnya di perankan oleh I Jenakih. Budak perempuan ini keturunan Jro Penyarikan dari Banguntirta. Keluarga Jro penyarikan sudah terbukti loyalitasnya. Budak perempuan

berpinggul besar dan bertubuh sintal ini sangat kokoh pendirianya. Meski seorang budak, I Jenakih berjiwa pemberani. Kedekatanya dengan Johan De Cruys, pengantar pos, semakin memudahkan jalan baginya untuk memuluskan misi yang di embanya. Dengan memanfaatkan potensi tubuhnya yang sintal, Johan De Cruys jatuh dalam pelukan I Jenakih. Praktis, setelah hubungan mereka tercium oleh nyoya-nyoya Belanda di kastil Batavia, mereka diasingkan pada wilayah yang berlainan. Johan di buang ke Ceylon selama 20 tahun untuk di pekerjakan sebagai budak dan I Jenakih di asingkan ke Mauritius.

Dalam masa pengasingan tersebut I Jenakih bertemu dengan Men Gansar, ibu kandung I Gangsar. I Jenakih sangat terharu melihat Men Gansar di barak gudang gula dengan kondisi yang memprihatinkan lagi gila. Selang beberapa bulan kabar kematian Johan sampai di telinga I Jenakih. Dan bab terakhir, di susul perjalanan I Gangsar dalam pembuangan ke Afrika yang menggunakan kapal Prince Damaira. Sebuah ending yang menyisakan tanya? Sebab, penulis tak menjelaskan apakah I Jenakih dan I Gangsar akhirnya bertemu atau tidak sama sekali?

Inilah novel dengan setting di Bali. Dalam masa penjajahan pemerintah kolonial Belanda tersebut para raja di Bali justru saling berperang untuk memperebutkan pengikut bukan wilayah kekuasaan. Penulis, mengkisahkan dampak dari peperangan tersebut di mana budak menjadi aset untuk memperkaya diri. Peperangan para raja di Bali tersebut lebih merupakan sebuah setting untuk mendapatkan kehidupan mewah yang murah dengan cara memperbudak rakyatnya. Sebab status sosial, wibawa dan karismatik para raja waktu itu di lihat dari seberapa banyak budak atau pengikut yang dimilikinya bukan dari luasnya wilayah yang di kuasai. Sehingga menimbulkan pandangan bahwa perang menjadi kemutlakan untuk berkuasa.

Dalam Budak Pulau Surga karya Soegianto Sastrodiwiryo ini merupakan sebuah novel yang mempresentasikan sejarah perbudakan di Bali di awal abad 19. Nasib atau karmapala yang di yakini masyarakat Bali sebagai sebuah hukum sebab akibat, tak lepas dari ajaran kepercayaan yang di anut waktu itu. Orang-orang jahat cuma menerima akibat perbuatan mereka. Orang-orang berbuat baik, demikian pula.

Perlu di ingat, bahwa membaca novel ini membutuhkan konsentrasi penuh agar mendapatkan pemahaman yang sempurna. Pasalnya penggunan nama tokoh, wilayah dan istilah dalam novel ini sesuai dengan nama aslinya. Juga, penerapan alur maju mundur ternyata cukup membuat kita terkecoh bahwa jebakan telah di pasang oleh penulis. Seperti penuturan kisah pertemuan I Jenakih dengan Malewa, yang sebenarnya Daeng Sakerah.

Pesan penulis dalam novel ini ingin menyampaikan pada pembaca tentang cara bagaimana perjuangan dalam hidup seseorang untuk mencapai impian dan cita-cita. Sebuah perjalanan panjang penuh onak dan duri beratap imajinasi. Ya, dari imajinasi inilah akan lahir kekuatan dan menciptakan peradaban baru yang lebih bermutu. Nampaknya cerita yang di tonjolkan dalam novel ini juga terdapat pada novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata yaitu, pemaknaan sukses yang harus di rasakan secara bersama bukan sukses per individu. Sangat menarik bukan!

Tidak ada komentar: